Lompat ke isi utama

Berita

Bawaslu Banyuwangi buka posko pengaduan rekrutmen tenaga Ad Hoc oleh KPU Banyuwangi

Bawaslu Banyuwangi buka posko pengaduan rekrutmen tenaga Ad Hoc oleh KPU Banyuwangi

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Banyuwangi akan melakukan upaya maksimal dalam mengawasi rekrutmen Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS)  yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Banyuwangi.  Bukan hanya melakukan pengawasan langsung,  Badan Pengawas Pemilu  juga sudah menginstruksikan kepada  seluruh Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) untuk membuka posko pengaduan di masing-masing kecamatan.

Ketua Bawaslu Banyuwangi, Hamim, mengatakan, pihaknya sudah menginstruksikan seluruh Panwascam membuka Posko pengaduan terkait rekrutmen PPK. “Khususnya menyangkut sembilan titik rawan dalam rekrutmen tenaga ad hoc tersebut,” ujarnya.

Hamim menambahkan,  pembukaan posko tersebut bertujuan untuk  memudahkan masyarakat melaporkan dugaan pelanggaran dalam proses perekrutan PPK dan PPS di Bumi Blambangan ini. “Masyarakat bisa mengadu melalui masing-masing posko di setiap Kecamatan.
Pengaduan masyarakat tersebut akan dijadikan informasi awal oleh Panwascam untuk ditindak lanjuti sesuai aturan main berlaku,” kata dia.

Rekrutmen PPK dan PPS  yang diselenggarakan KPU menjadi atensi khusus Bawaslu Banyuwangi. Bawaslu “memelototi” sembilan titik rawan dalam rekrutmen tenaga ad hoc yang bakal bertugas menyelenggarakan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati (Pilbup) 2020 di tingkat kecamatan dan desa tersebut.

Ketua Bawaslu Hamim mengatakan, persyaratan menjadi anggota PPK, Panitia Pemungutan Suara (PPS), maupun Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) telah diatur pada Peraturan KPU Nomor 36 Tahun 2018. Mengacu peraturan tersebut, ada sembilan titik rawan yang menjadi fokus pengawasan Bawaslu.
Titik rawan tersebut meliputi, pelamar yang berusia kurang dari 17 tahun, berpendidikan di bawah SMA/sederajat, tidak berdomisili di wilayah kerja PPK, dan pernah diberi sanksi oleh KPU atau Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). “Titik rawan lain adalah pelamar yang merupakan anggota partai politik (parpol) dan atau telah berhenti dari keanggotaan parpol tetapi belum mencapai lima tahun,” ujarnya.

Kerawanan lain adalah adanya anggota tim kampanye atau mantan anggota tim kampanye yang telah berhenti namun belum sampai lima tahun, pernah menjabat PPK dua periode berturut-turut, dan pernah dipidana dengan ancaman hukuman lima tahun penjara atau lebih. “Kami juga mengawasi adanya pelamar yang memiliki ikatan perkawinan dengan sesama penyelenggara Pemilu,” pungkasnya. (Humas).