Bawaslu Merasa Menjadi Tertuduh atas Maraknya Kampanye Hitam
|
Jakarta, KOMPAS.com - Anggota Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu) Mochammad Afifuddin mengatakan, pihaknya merasa menjadi tertuduh atas maraknya kampanye hitam yang terjadi jelang Pemilu 2019.
Padahal, kata Afif, Bawaslu sudah melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya kampanye hitam.
Pencegahan ini tidak hanya ditujukan bagi peserta pemilu maupun tim kampanye, tetapi juga relawan.
"Kami saat ini kayak dalam posisi tertuduh. Padahal, pencegahan kami kan sudah maksimal," kata Afif saat ditemui di Hotel Harris Vertue, Jakarta Pusat, Selasa (5/3/2019).
"Kami tidak kurang-kurang mendeklarasikan tolak kampanye bohong, tolak kampanye identitas," lanjut dia.
Afif mengakui, kampanye hitam di era teknologi canggih saat ini menyebar begitu cepat.
Hal ini membuat Bawaslu semakin sulit melakukan pencegahan, meski telah berupaya maksimal.
"Itu yang mungkin secara teknis tak pernah kami bayangkan di pemilu sebelumnya, secepat itu metode-metode orang melakukan kampanye hitam. Kalau dulu hanya katakanlah spanduk-spanduk konvensional," ujar Afif.
Dari sisi penindakan dugaan pelanggaran pemilu, Bawaslu juga merasa telah menempuh upaya yang maksimal. Akan tetapi, dalam penindakan, Bawaslu tidak bisa melampaui UU.
Sementara, UU yang mengatur tentang kampanye hitam dinilainya multitafsir.
Larangan kampanye hitam di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 hanya ditujukan bagi pelaksana, peserta dan tim kampanye pemilu.
Tidak ada larangan bagi relawan untuk melakukan kampanye hitam.
Pasal 280 ayat (1) huruf c melarang pelaksana, peserta dan tim kampanye menghina seseorang, suku, agama, ras, golongan, dan peserta pemilu lainnya.
Adapun, Pasal 280 ayat 1 huruf d melarang pelaksana, peserta dan tim kampanye menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat.